Tuesday 28 December 2010

(ceritanya) surat cinta

emir,
aku tersambar rindu. padahal kita baru bertemu. dan berjanji untuk rehat berkencan dulu. kau sedang perlu waktu berduaan dengan tesismu, aku tahu. kamu hanya mengacuhkan pesan instan, bukan aku. tapi itu bukan berarti aku jadi tidak bisa cemburu.

kita berada di dunia maya yang sama, tetapi tidak bertegur sapa. ganjil sekali rasanya.

aku bisa mengulang kata rindu ini sejuta kali, tapi tepat dengan begitulah kegalauan yang menyertainya akan terus-menerus menggandakan diri. dan rasanya telingaku jadi geli. "klise kamu!" seruku pada diri sendiri. tadinya aku ingin mencoba berkata rindu tanpa menyebut kata itu sama sekali. tapi, emir, rupanya menyusahkan betul upayaku ini!

dan, coba tebak? aku bisa membuat tulisan ini jadi punya rima, seperti sajak. meskipun sekarang aku mulai kesulitan memirih diksi yang membuatku jadi terdengar bijak.

aku mati kutu. otakku buntu. terjaga hingga pagi buta begini ternyata berdampak buruk bagi akal sehatku. karena aku ingin berhenti mengucap rindu.

emir, kamu lelakiku, kekasihku, sahabatku. sudah tak terhitung kali aku bercengkrama denganmu, menatap jauh ke dalam matamu, berusaha menerka jalan pikiranmu, mencari-cari diriku di dalam situ. aku seringkali jadi begitu sibuk mencari tahu apa yang tersirat dari kehadiranmu. semoga kamu tidak bereaksi berlebihan, jika kelak aku berhasil mengumpulkan keberanian, dan memberitahumu bahwa aku baru menyadari kalau kau ternyata setampan itu.

ada rasa nyaman yang aneh, yang selalu berhasil merasukiku, ketika kau dekat. tanpa secuilpun gundah, aku bisa bicara panjang lebar padamu tentang segala macam, termasuk soal tubuhku yang memberat. padahal, alam bawah sadarku seolah sudah mengaturku untuk selalu menampilkan citra diri nan sempurna dengan cermat. aku akan membiarkan semua ceritaku mengalir, tanpa sedikitpun berupaya membuatmu terkesan, dan kau akan mendengarkannya sampai tamat.

kemudian, kamu akan mengucapkan tiga kata itu, yang tak pernah gagal membuatku jatuh hati padamu sekali lagi,
"iya, aku ngerti..."

emir, masa bodoh kalau ini klise dan membuat tulisan ini jadi tidak berima lagi.
aku cinta kamu.

minka-mu.

Sunday 17 October 2010

satu minggu kemudian

bi, pergi dulu ya. mir, yuk!

emir bangkit berdiri. lelaki paruh baya itu menahannya.

nanti dulu, kaka. ini emirnya baru juga dateng, kopinya aja belum diminum.

gapapa om, takut di luar macet, terus pamerannya keburu bubar…

jangan gitu… pamali kalau udah disuguhin ga disentuh. sama aja nolak rezeki. duduk aja dulu, ngobrol sebentar.

emir dan minka bertukar pandang. lelaki itu, yang minka panggil "abi", yang biasanya hanya bertukar sapa dengan emir sambil lalu, sekarang memintanya tinggal lebih lama di ruang tamu untuk "ngobrol sebentar"? pasti ada apa-apanya.

kaka emangnya ke pameran buku mau cari apa?

biasa bi, cari buku buat tugas kuliah…

kok kamu kuliahnya ga beres-beres sih, ka? arian sama riana udah lulus, tapi kamu belum…

oh, arian udah lulus soalnya jurusan dia sks-nya sedikit, dan dia selalu ikut semester pendek buat ngambil mata kuliah tingkat atas. kalau riana ambil d3, bukan s1.. tapi tahun ini dia nerusin kuliah, ambil ekstensi. kan aku masih harus magang dulu baru bisa bikin skripsi, bi. doain aja biar lancar ya… jadi awal tahun depan bisa lulus.

amin… kaka mah ga usah pake minta didoain segala sama abi. tinggal yang penting ikhtiar aja. kan kaka yang ngejalanin.

hehehe, gitu dong… kan yang penting mah support…

pokonya kaka, abi mah ga minta macem-macem… yang penting kamu kuliah yang bener, lulus, terus nikah. jangan sibuk di karir sampai lupa fitrah. cari nafkah itu fitrahnya laki-laki. bener ga kata om, emir?

eh… er… iya, om…

kamu apa kabarnya? kamu udah lulus kan? sekarang kerja di mana?

kabar baik om… iya, udah lulus februari kemarin. sekarang saya nerusin kuliah lagi, dapet beasiswa…

oh gitu ya? alhamdulillah dapet beasiswa… mudah-mudahan kalau udah lulus bisa dapet kerjaan yang bagus, ya! masa gelarnya ada dua tapi pengangguran…

oh… sambil kuliah, saya buka usaha kafe juga, om… hasilnya lumayan buat tambah-tambah penghasilan…

oh gitu ya? yah, tapi kan yang namanya usaha itu kan pasti ada pasang surutnya… jadi pegawai negeri itu pokoknya sudah yang paling aman. nanti kalau kamu sudah lulus kuliah kan ga ada salahnya coba ikut tes cpns. om rasa kamu cocok jadi diplomat. untung jaman sekarang udah ga musim ketebelece lagi, jadi yang masuk memang yang bisa kerja…

tapi bi, kalau ga ada pengusaha kan ga ada lapangan kerja alternatif buat yang ga mau atau bisa jadi pegawai negeri…

memang, tapi selagi bisa jadi pegawai negeri ya kenapa ga dicoba. negara kita ini sudah terlalu banyak menyia-nyiakan orang pintar, tapi bukan berarti kita harus berhenti mengabdi…

yaa… kan ga harus mengabdinya dengan jadi pegawai negeri… jadi pengusaha juga mengabdi, bantu negara ngurangin pengangguran…

ckckck… kaka emang ga bisa ga ngomentarin apa kata orangtua, ya? kalau duduk manis dan dengerin aja, gimana?

ya, sok atuh.

sampe mana tadi? oh iya, fitrah. inget ka, manusia itu punya fitrahnya masing-masing. kamu sebagai perempuan, bebas mau jadi apapun boleh. tapi fitrah kamu sebagai perempuan dewasa itu jadi istri, jadi ibu. kalau laki-laki itu fitrahnya jadi pemimpin, jadi kamu kalau cari suami itu harus yang bisa jadi imam shalat…

sejak itu, sampai minka memutuskan untuk menyudahi kuliah dadakan ayahnya dan pamit pergi, sepanjang perjalanan, dan selama di pameran buku, emir nyaris tak berkata-kata. minka sampai menyerah lelah untuk memancing lelakinya bicara.

mir, sebelum anter aku pulang, kita mampir ke kedai dulu ya.

emir hanya mengangguk, sebelum kemudian menstarter mobilnya dan bergerak menjauhi kerumunan kendaraan di lapangan parkir.

minkaaa! gila, akhirnya gue ketemu lo juga! padahal udah sebulan gue part-time di sini, tapi lo ga pernah nongol pas shift gue! dasaaar…

ya ampun, riana! sori soriii… abisnya shift lo ga pernah barengan sama jadwal kencan gue sih… hehehe. gimana kuliah lo? tapi seneng kan, jadi barista di sini? all the gorgeous customer you can flirt!

kuliah sih oke, ga ngeganggu kerjaan kok. hehehe… gorgeous customer sih banyak, tapi susah lah mau flirting kalau bos gue galak! liat aja tuh, mukanya udah ditekuk gitu… riana nyengir, sambil melirik emir yang tengah duduk melamun sendirian di pojokan. minka tertawa.

iya nih, beliau tampaknya lagi senewen. by the way, gue pesen green tea frappe satu ya. yang paling gede. gue selalu lupa ukuran gelas kopi… hahaha…

hahaha… cocok banget sih lo sama emir, yang satu ga suka kopi, yang satunya malah buka warung kopi…

minka tersenyum, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. tiba-tiba ia enggan memperpanjang pembicaraan. untunglah, sejurus kemudian, barista lincah yang juga sahabatnya itu sudah siap dengan pesanannya.

minka menghampiri emir, yang hanya mendongak sedikit ke arahnya untuk kemudian kembali bertopang dagu dan melirik ke luar jendela.

emirku… aku ada di depan kamu lho. dan kesempatan ini hanya bisa kamu dapet ga lebih dari sepuluh jam seminggu. ingat opportunity cost…
emir memaksakan diri tersenyum.

kamu mikirin apa kata abi tadi, ya?

emir mengangguk.

udah, cuekin aja, tegas minka.

maaf ya…

kok minta maaf? dalam rangka apa?

fitrah lelaki… aku ga bisa jadi begitu… bahkan pelajaran aku sama kamu belum maju-maju…

abi boleh bilang apa aja, itu hak dia. tapi aku juga punya hak buat mau dengerin dia atau nggak. kan yang mau bakal kawin sama laki-laki itu aku, bukan dia. dan ini ga ada hubungannya sama pelajaran kamu. kamu hanya butuh waktu… dan aku masih cukup sabra buat ga buka entri kedua, kok…

ming, abi kamu pasti mau yang terbaik buat kamu. dan aku…

aku udah gede, mir. bisa mikir sendiri, bisa ambil keputusan sendiri. abi pengagum berat mills, dia harusnya tahu gimana pendapat mills soal paternalisme. itu cuma berlaku buat anak di bawah umur.

ming, kamu kan ga harus berselisih sama abi kamu hanya karena aku…

minka menatap emir lurus-lurus. sudah saatnya hal yang satu ini diluruskan.

mir, there are some things worth fighting for. you are.

Tuesday 12 October 2010

satu hari sebelumnya.

ri, ngopi yuk. kalo lo nganggur sore ini, gue ada di kedai jam 8. let me know.

arian membaca ulang sms itu. ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. pukul tujuh lewat seperempat. tanpa bahkan membalas pesan itu, ia bergegas menyambar kunci motor dan meluncur ke tengah kota.

emir pasti lagi galau nih. ga ada alasan lain. untuk yang satu ini, ia rela kehilangan tidur malamnya yang lebih awal di hari minggu. karena emir hampir ga pernah galau.

sosok itu selalu mudah dikenali bagi emir, bahkan dari jauh. rambut yang terlalu besar, tubuh yang terlalu tinggi untuk standar asia, kulit yang terlalu terang, dan baju koko putih. emir melambai dari mejanya, menyapa sosok itu.

eh, si kunyuk. kirain ga bakal dateng... abis lo ga bales sms gue sih.

arian tersenyum lebar. ia menghampiri emir, menarik kursi di mejanya, dan langsung bertanya tanpa tedeng aling-aling, galau kenapa lo?

buset, lo emang susah ya nyapa orang pake prolog. nanya ‘apa kabar’ dulu atau apa kek gitu.
hahaha...

lo bisa berkesimpulan dari mana kalau gue lagi galau?

emir sayang, kalo lo bilang ‘ngopi yuk’ instead of ‘ada waktu buat ngopi ga?’, something wrong is definitely happening. ayo sini laporan sama om.

emir garuk-garuk kepala, nyengir. arian mengenalnya terlalu baik.

profesor joni udah mau diwawancara, ri.

narasumber buat tesis lo, ya? bagus dong. terus?

gue udah bikin janji wawancara sama dia akhir pekan depan. tapi gue baru dapet kabar kalo dia ada waktu kosong besok pagi dan mau ubah jadwalnya.

dan masalahnya adalah...

tiba-tiba aja gue ngerasa ga siap.

nah lho?

gue punya pertanyaan banyak di kepala gue, tapi belum terkonsep...

ya dikonsep lah. siapin pertanyaan-pertanyaan kunci, bikin tersusun, kronologis, jangan lupa sisain ruang buat improvisasi. lo punya waktu semalem, sempet lah...

tapi gue ga ada gadget yang memadai buat ngerekam, dan ga sempet beli...

pake recorder gue aja. besok siang lo tinggal balikin.

emir menghela nafas. thanks, ri.

tapi kayanya kegalauan lo belum selesai sampai di situ, ya?

gue ga ngerti, ri. rasanya udah terlalu banyak hal baik yang terjadi sama gue. profesor joni, progres tesis, kedai untungnya lumayan, bisa kuliah lagi tanpa keluar duit seperakpun, kedua orangtua gue masih hidup bersama dan sehat-sehat aja... gue punya temen-temen yang baik, pacar yang baik... tapi sekarang tiba-tiba gue ga tau semua hal baik itu harus diapain.

hmm... disyukuri?

emir terdiam.

gue bingung soal kelanjutan proyek ‘itu’...

arian mengernyitkan dahi, berusaha mengingat-ingat apa yang dimaksud emir. oh, yang itu...

emir mengangguk. hampir semuanya udah siap, ri. buku itu udah gue tulisin tiap hari, dan hari ini udah lengkap tiga puluh entri. dan gue pikir gue udah siap secara mental. gue udah niat belajar...

tapi?

ga tau, ri. tiba-tiba gue ragu-ragu, apa proyek itu bakal berhasil sesuai misi gue...

mir, kalo yang lo mau cuma baca sampai beres, lo bisa lakuin itu sendiri. lo punya lebih dari cukup sumber daya buat belajar otodidak. kalau butuh bantuan, lo bisa hubungin gue kapan aja. kalau lo ngerasa gue kurang representatif buat ngajarin lo, gue bisa kirim salah satu santri di pesantren, langsung ke rumah. atau kalo lo masih ga percaya juga, gue anterin abah gue sekalian deh...

emir ngakak sejadi-jadinya. hahaha... nggaklah, ri. gue percaya kok kalau lo teramat sangat ahli. tapi, kaya yang gue pernah bilang, ini bukan masalah guru yang jago...

tapi?

entah deh, ri... gue ga tau apa alasan gue cukup masuk akal buat lo yang udah belajar ini sejak kecil... tapi gue cuma pengen pertanyaan-pertanyaan gue terjawab. selama ini, awal dari jawaban atas pertanyaan gue selalu muncul setelah gue membaca. tapi, gue pengen mulai dengan orang yang gue tau bakal oke-oke aja sama pertanyaan gue...

gue masih bingung, mir. kalo lo emang pengen pertanyaan lo terjawab, kenapa lo ga cari guru aja, orang yang udah jelas tau jawabannya?

gue ga pengen disuapin jawaban, ri.

tapi kan tetep aja lo butuh pengarahan...

gue bakal tanya arah kalo gue ngerasa tersesat.

justru itu yang bikin orang seringkali nyasar duluan, mir...

lho, bukannya lo pernah bilang sama gue kalo bukan jatahnya manusia buat mengklaim manusia lainnya tersesat?

lo pernah bilang kalo lo malu sama minimnya pemahaman lo atas sesuatu yang seharusnya jadi begitu penting buat kepercayaan lo. lo juga pernah bilang kalo lo merasa kalah sama riana, yang bukan muslim tapi udah pernah baca al qur’an sampai khatam. kalo niat lo cuma bersaing soal siapa yang lebih tahu...

niat gue bukan itu, kok.

arian menghela nafas. ia lelah berdebat. mir, coba lo inget-inget lagi deh... apa yang bikin lo kepengen ngejalanin proyek itu at the first place?

emir termenung. pikirannya berusaha menyusun kata-kata. tapi hanya satu yang keluar dari mulutnya.

minka.

Friday 1 October 2010

mulai hari ini

aku ingin menorehkan catatanku, mulai hari ini.
aku ingin mencatat kehidupanku, mulai hari ini.
aku ingin menghidupi impianku, mulai hari ini.
karena aku ingin mimpi-mimpiku tertinggal di keabadian.

minka dengan ragu-ragu menutup kembali buku harian itu. sudah benarkah apa yang aku lakukan? benarkah ini cara yang terbaik? tak tahan, ia kembali mengintip halaman pertama. ia membaca tanggal yang tertulis. hari ini, setahun kemarin. astaga, sudah lewat setahun?

aku mau beli diary, celetuk lelaki itu tiba-tiba. hari itu mereka berdua tengah berada di toko buku, untuk sesuatu yang biasa mereka lakukan di awal bulan: belanja sekaligus kencan. minka menoleh, menatapnya terkesima. emir, beli diary? dalam rangka apa?

buat kado, mir?

emir menggeleng.

terus?

ya buat nyatet, lah.

hahaha, nyatet apaan, mir? kuliah aja kamu jarang nyatet, yang ada malah tidur...

buat nyatet hidup. biar gue ga lupa kalo gue pernah hidup... emil tertawa ringan, lalu memasukkan sebuah buku harian bersampul kulit ke dalam keranjang belanjaan. dan minka tidak bisa tidak tertegun. gue?

mir, kamu kok tiba-tiba mau nulis diary? minka tidak tahan untuk tidak bertanya.

emir batal menghirup cappuccino-nya. ia tersenyum, memandang minka dengan tatapan jahil dari balik lensa kacamatanya. kok kamu segitu herannya?

habis, aneh banget! masa orang yang aku kenal paling males nulis sedunia tiba-tiba mau ngisi diary? diary pula! bukan blog atau apa kek yang hi-tech dikit... malah mau nulis di kertas pake pulpen! makin ga bisa kebaca, tau! kamu kesambet apaan sih, mir? terus, alasan macam apa tuh, 'biar gue ga lupa kalo gue pernah hidup'? emangnya kamu bentar lagi mau... minka mendadak berhenti nyerocos.

minum kopi? emir mengedip jenaka. minka tertawa. kekhawatirannya menguap seketika. dan tiba-tiba saja mereka sudah berganti topik pembicaraan.

sebulan kemudian, sebaris pesan instan muncul di layar ponsel minka.

ming! aku berhasil lho!

berhasil ngapain? nyolong mangga?

bukan! jauh lebih berprestasi daripada itu. makanya buka dong ini pintu pagernya... hehehe.

minka melirik ke jendela kamarnya yang menghadap teras. ada emir di sana, melambaikan tangan kanannya yang menggenggam seikat mawar. di tangan kirinya ada sebuah buku. sampulnya dari kulit, dan pernah membuat minka begitu gundah.

makasih ya! tumben main ke sini pake bawa kembang segala. ada angin apa?

ada angin rindu... hahaha. eh ming, aku ga lama ya. cuma mau ngasih ini... emir menyodorkan buku bersampul kulit di tangannya ke hadapan minka.

ini diary kamu, kan? minka kebingungan.

iya. sejak aku beli itu bulan lalu, aku nulis di sana setiap hari. ini proyek lho, judulnya 'tiga puluh hari menulis'. isinya hal-hal remeh temeh sih, tapi karena aku yang nulis ya jadinya luar biasa, huehehehe...

terus, kok kamu kasih diary ke aku, mir? ulang tahun aku kan masih lama. anniversary kita juga baru lewat. dalam rangka apa nih - curcol?

air muka emir berubah serius.

ming, aku mau minta sesuatu ke kamu.

you name it. asal jangan keperawanan atau nyawa.

ajarin aku baca al-qur'an.

minka melongo.

aku malu sama mataku, ming. aku udah aniaya habis-habisan sampai harus pakai kacamata minus tiga, untuk baca segala macam buku sampai tamat, tapi kitab suci sendiri aja belum pernah dibaca sampai beres...

kamu akhir-akhir ini penuh dengan ketiba-tibaan, mir. ada apa?

nanti kalau aku udah khatam qur'an, kamu akan tahu sendiri kok. kamu lihat diary itu? di sana ada tiga puluh tulisan, aku buat sehari satu. sebagai bayaran kamu ngajarin aku, kamu boleh baca satu tulisan di sana setiap aku beres baca satu surat. gimana?

minka ragu-ragu. tapi kekasihnya, yang selalu ringan hati dan happy-go-lucky, belum pernah tampak seserius ini. dan lagi, kesempatan membaca isi hati emir sebagai "bayaran", entah kenapa menjadi terlalu menggoda untuk ditolak.

kapan kamu mau mulai?

kapanpun kamu bisa.

sekarang?

bisa.

bukannya kamu ga bisa lama-lama?

kan ga harus khatam hari ini juga, ming.

oke. kalau hari ini dua surat, sanggup?

boleh nyicil ga?

yah, aku cuma bisa baca satu tulisan dong hari ini?

gapapa dong, kan masih ada hari esok... dan esoknya lagi, dan esoknya lagi... hehehe.

oh, well...

ming, i promise you, i will be a good student. but no cheating, okay. jangan ngintip tulisan yang belum waktunya kamu baca.

iya. janji.